Berita Terbaru
Modernisasi Pengawasan Pasar: Penekanan Strategis KPPU Dari Forum Global Paris
06 Desember 2025
Paris (6/12) – Lanskap persaingan usaha global sedang berubah cepat. Dominasi ekonomi digital dan kompleksitas pasar finansial menuntut otoritas pengawas persaingan usaha untuk tidak lagi bekerja dengan cara-cara konvensional. Menjawab tantangan ini, sekaligus sebagai anggota Participant di OECD, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengambil langkah agresif dengan terlibat langsung dalam Global Competition Forum di Paris, Prancis, pada 3-5 Desember 2025. Delegasi KPPU yang dipimpin oleh jajaran Anggota KPPU, Gopprera Panggabean, Mohammad Reza, Moh Noor Rofieq, dan Hilman Pujana, serta Kepala Kanwil VII M. Hendry Setyawan, hadir untuk membawa pulang standar baru dalam penegakan hukum persaingan usaha ke Indonesia.
Salah satu isu paling krusial yang dibawa ke meja diskusi adalah revolusi metodologi pengawasan. Di forum ini, otoritas persaingan dunia sepakat bahwa metode market study (kajian pasar) tradisional harus berevolusi. KPPU kini tengah mematangkan rencana pemanfaatan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) sebagai alat analisis utama. Langkah ini bukan tanpa alasan. Di era digital, kartel dan penyalahgunaan posisi dominan makin sulit dideteksi dengan mata telanjang. Penggunaan AI akan memungkinkan KPPU memproses data besar (big data) untuk mendeteksi anomali harga atau pola kolusi dengan lebih cepat dan presisi. Ini adalah kabar baik bagi konsumen dan pelaku usaha, pengawasan akan lebih tajam, dan penindakan akan lebih berbasis bukti ilmiah yang kuat.
Selain teknologi, forum juga menyoroti sektor perbankan. Isu keseimbangan antara regulasi prudensial (kehati-hatian) dan prinsip persaingan sehat menjadi sorotan. KPPU membawa perspektif bahwa regulasi yang ketat di sektor keuangan tidak boleh menjadi tameng bagi praktik oligopoli yang merugikan nasabah.
Di sela-sela forum utama, delegasi KPPU bergerak melakukan diplomasi bilateral. Fokus utamanya adalah percepatan aksesi Indonesia ke dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Dalam pertemuan khusus dengan perwakilan OECD, KPPU membahas progres harmonisasi kebijakan persaingan usaha Indonesia agar setara dengan standar negara-negara maju. Kepatuhan terhadap standar kompetisi OECD bukan sekadar formalitas, melainkan sinyal positif bagi investor global mengenai kepastian hukum berusaha di Indonesia.
Langkah strategis lainnya adalah pertemuan dengan Andreas Mundt, Presiden Bundeskartellamt (Otoritas Persaingan Jerman). Jerman, sebagai salah satu kiblat hukum persaingan usaha Eropa, menjadi mitra strategis KPPU dalam mengawal rencana amandemen Undang-Undang Persaingan Usaha di Tanah Air.
Rangkaian kunjungan ditutup dengan partisipasi KPPU dalam 10th Meeting of High-Level Representatives of Asia-Pacific Competition Authorities. Di forum regional ini, KPPU menegaskan kembali pandangannya bahwa kebijakan persaingan usaha tidak boleh berhenti pada efisiensi pasar semata. Lebih dari itu, persaingan usaha harus menjadi instrumen untuk mencapai tujuan ekonomi yang lebih luas: mendorong inovasi, memperkuat ketahanan ekonomi nasional, dan memastikan pemerataan kesempatan berusaha bagi UMKM.
Kehadiran KPPU di Paris mengirimkan pesan kuat kepada publik dan pelaku usaha, wasit persaingan usaha Indonesia sedang berbenah, memperbarui senjatanya dengan teknologi terkini, dan menyelaraskan aturannya dengan standar dunia. Semua ini bermuara pada satu tujuan, yakni menciptakan iklim usaha di Indonesia yang sehat, adil, dan kompetitif.
Salah satu isu paling krusial yang dibawa ke meja diskusi adalah revolusi metodologi pengawasan. Di forum ini, otoritas persaingan dunia sepakat bahwa metode market study (kajian pasar) tradisional harus berevolusi. KPPU kini tengah mematangkan rencana pemanfaatan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) sebagai alat analisis utama. Langkah ini bukan tanpa alasan. Di era digital, kartel dan penyalahgunaan posisi dominan makin sulit dideteksi dengan mata telanjang. Penggunaan AI akan memungkinkan KPPU memproses data besar (big data) untuk mendeteksi anomali harga atau pola kolusi dengan lebih cepat dan presisi. Ini adalah kabar baik bagi konsumen dan pelaku usaha, pengawasan akan lebih tajam, dan penindakan akan lebih berbasis bukti ilmiah yang kuat.
Selain teknologi, forum juga menyoroti sektor perbankan. Isu keseimbangan antara regulasi prudensial (kehati-hatian) dan prinsip persaingan sehat menjadi sorotan. KPPU membawa perspektif bahwa regulasi yang ketat di sektor keuangan tidak boleh menjadi tameng bagi praktik oligopoli yang merugikan nasabah.
Di sela-sela forum utama, delegasi KPPU bergerak melakukan diplomasi bilateral. Fokus utamanya adalah percepatan aksesi Indonesia ke dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Dalam pertemuan khusus dengan perwakilan OECD, KPPU membahas progres harmonisasi kebijakan persaingan usaha Indonesia agar setara dengan standar negara-negara maju. Kepatuhan terhadap standar kompetisi OECD bukan sekadar formalitas, melainkan sinyal positif bagi investor global mengenai kepastian hukum berusaha di Indonesia.
Langkah strategis lainnya adalah pertemuan dengan Andreas Mundt, Presiden Bundeskartellamt (Otoritas Persaingan Jerman). Jerman, sebagai salah satu kiblat hukum persaingan usaha Eropa, menjadi mitra strategis KPPU dalam mengawal rencana amandemen Undang-Undang Persaingan Usaha di Tanah Air.
Rangkaian kunjungan ditutup dengan partisipasi KPPU dalam 10th Meeting of High-Level Representatives of Asia-Pacific Competition Authorities. Di forum regional ini, KPPU menegaskan kembali pandangannya bahwa kebijakan persaingan usaha tidak boleh berhenti pada efisiensi pasar semata. Lebih dari itu, persaingan usaha harus menjadi instrumen untuk mencapai tujuan ekonomi yang lebih luas: mendorong inovasi, memperkuat ketahanan ekonomi nasional, dan memastikan pemerataan kesempatan berusaha bagi UMKM.
Kehadiran KPPU di Paris mengirimkan pesan kuat kepada publik dan pelaku usaha, wasit persaingan usaha Indonesia sedang berbenah, memperbarui senjatanya dengan teknologi terkini, dan menyelaraskan aturannya dengan standar dunia. Semua ini bermuara pada satu tujuan, yakni menciptakan iklim usaha di Indonesia yang sehat, adil, dan kompetitif.