Berita Terbaru

Menangkal “Kolusi Algoritma”: Indonesia Tunjukkan Taring di Forum Persaingan Digital BRICS+

27 November 2025
Rio de Janaero (27/11) – Pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) tidak hanya membawa efisiensi, tetapi juga risiko baru dalam ekonomi global: kolusi algoritma. Tanpa perlu pertemuan rahasia antar-manusia, mesin kini dapat “bersepakat” menetapkan harga tinggi yang merugikan konsumen.
Isu krusial inilah yang menjadi sorotan utama dalam BRICS+ Digital Competition Forum ke-4 di Rio de Janeiro, Brazil, Rabu, 27 November 2025, di hadapan otoritas persaingan usaha dari negara-negara BRICS, UNCTAD, serta akademisi hukum global, Indonesia, melalui Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), menegaskan posisinya bukan sekadar sebagai penegak hukum yang progresif di sektor digital.
Dalam forum tersebut, para panelis menyoroti bagaimana algoritma dapat memicu praktik antipersaingan yang canggih, mulai dari pengaturan harga otomatis, rekomendasi produk yang bias, hingga penguasaan ekosistem digital secara tidak adil.
Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa, menekankan bahwa tantangan ini sangat relevan bagi Indonesia. Sebagai salah satu pasar ekonomi digital terbesar di dunia, risiko penyalahgunaan AI oleh platform raksasa untuk mematikan persaingan usaha yang sehat semakin nyata.
”Kita tidak lagi hanya bicara tentang kartel konvensional, tetapi perilaku antipersaingan yang digerakkan oleh kode pemrograman,” ujar Ketua KPPU.

Dunia internasional memberikan atensi khusus pada agresivitas KPPU dalam menangani sengketa di sektor ini. Ketua KPPU memaparkan, dari 500 lebih perkara yang ditangani sejak KPPU berdiri, kasus-kasus sektor ekonomi digital kini menjadi prioritas utama.
KPPU membuka data penanganan sejumlah kasus profil tinggi yang melibatkan raksasa teknologi global, di antaranya:
1. Google: Terkait dugaan praktik monopoli dalam layanan Google Play Billing.
2. Shopee: Terkait dugaan diskriminasi jasa pengiriman dalam ekosistem marketplace-nya.
3. TikTok: Pengenaan denda atas keterlambatan notifikasi akuisisi Tokopedia.
4. Starlink: Pengawasan ketat terkait potensi predatory pricing yang dapat merusak struktur pasar internet nasional.
5. Fintech (Pinjol): Penanganan dugaan kartel suku bunga yang melibatkan 97 pihak Terlapor, salah satu kasus dengan jumlah terlapor terbesar dalam sejarah KPPU.
Paparan ini menuai apresiasi dari peserta forum. Indonesia dinilai mampu mengimbangi kecepatan inovasi model bisnis digital dengan instrumen hukum yang memadai. Keberanian menindak raksasa teknologi tersebut didukung oleh penguatan kapasitas internal yang konsisten. KPPU menegaskan telah memiliki Guidelines for Competition Oversight in the Digital Economy serta satuan tugas khusus (Task Force) untuk analisis platform dan algoritma. Selain itu, pendekatan ex-ante (pencegahan) dalam pengawasan merger digital terus diperkuat, mengingat akuisisi perusahaan digital bernilai kecil sering kali memiliki dampak pasar yang masif di kemudian hari.
”Penguatan kerja sama global sangat vital. Kita harus memastikan inovasi digital tetap berjalan cepat, namun tidak boleh mengorbankan persaingan sehat dan kesejahteraan konsumen,” tegas Ketua KPPU menutup paparan.
Kehadiran KPPU di Brazil mempertegas pesan penting: Indonesia siap menjadi pemain kunci dalam membentuk tata kelola persaingan usaha global di era AI, memastikan teknologi bekerja untuk manusia, bukan memanipulasi pasar.
Gambar Berita
Thumbnail 1
Thumbnail 2
Thumbnail 3
Thumbnail 4
Thumbnail 5
Thumbnail 6
Thumbnail 7
Thumbnail 8