Berita Terbaru
Menakar Masa Depan Persaingan Usaha: Misi KPPU di Markas OECD
04 Desember 2025
Paris (4/12) – Transformasi ekonomi global kini bergerak dalam kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kehadiran kecerdasan buatan dan kompleksitas sektor kesehatan menuntut regulator persaingan usaha untuk beradaptasi cepat. Menjawab tantangan ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengambil langkah strategis dengan hadir langsung di meja perundingan Competition Committee Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) di Paris, Prancis, pada 1–2 Desember 2025. Kehadiran delegasi KPPU yang dipimpin oleh jajaran Anggota KPPU, Gopprera Panggabean, Mohammad Reza, M. Noor Rofieq, dan Hilman Pujana, serta Kepala Kanwil VII M. Hendry Setyawan, membawa misi ganda, yakni menyerap standar global terkini dan memastikan kepentingan pasar Indonesia terwakili dalam diskursus internasional.
Forum OECD kali ini menyoroti tiga isu yang sangat relevan dengan kondisi domestik Indonesia. Pertama, dampak kecerdasan buatan terhadap persaingan. KPPU menaruh perhatian serius pada bagaimana algoritma harga dapat memicu kartel digital yang merugikan konsumen tanpa perlu kesepakatan tatap muka antar-pelaku usaha. Kedua, tantangan di sektor kesehatan. Di tengah upaya pemerintah meningkatkan akses kesehatan nasional, diskusi mengenai struktur pasar farmasi dan layanan medis menjadi krusial untuk mencegah praktik monopoli yang membuat biaya kesehatan melambung tinggi. Ketiga, strategi penegakan hukum di pasar informal. Mengingat dominasi sektor informal dan UMKM dalam struktur ekonomi Indonesia, KPPU menggali strategi pengawasan yang tepat, bagaimana menegakkan hukum persaingan tanpa mematikan usaha kecil yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat.
Tak sekadar berdiskusi di forum multilateral, delegasi KPPU bergerak taktis melalui diplomasi bilateral. Dalam pertemuan khusus dengan Komisi Uni Eropa (European Commission), KPPU memperkuat fondasi kerja sama proyek “EU-Asia Cooperation on Competition and Subsidies Control”. Langkah ini konkret dan berorientasi pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Kedua pihak menyepakati sejumlah program prioritas, di antaranya penyelenggaraan Summer School bagi investigator dan peneliti KPPU, serta program Bantuan Teknis untuk mempertajam kemampuan analisis forensik ekonomi. Selain itu, rangkaian Ad-hoc Seminar akan digelar rutin untuk membedah modus-modus baru pelanggaran persaingan usaha.
Partisipasi aktif di Paris ini menegaskan posisi Indonesia yang tidak lagi sekadar menjadi penonton, melainkan pemain aktif dalam pembentukan norma persaingan global. Pengetahuan yang dibawa pulang dari Paris, mulai dari deteksi kartel berbasis algoritma hingga efisiensi pasar Kesehatan, akan menjadi amunisi baru bagi KPPU dalam menyusun regulasi yang lebih responsif. Tujuannya jelas, yakni menciptakan iklim persaingan usaha di Indonesia yang tidak hanya sehat dan adil, tetapi juga mampu beradaptasi dengan gempuran teknologi dan dinamika pasar global. Bagi pelaku usaha dan masyarakat Indonesia, langkah ini menjanjikan perlindungan yang lebih kuat dari praktik bisnis curang, sekaligus kepastian hukum yang lebih baik di masa depan.
Forum OECD kali ini menyoroti tiga isu yang sangat relevan dengan kondisi domestik Indonesia. Pertama, dampak kecerdasan buatan terhadap persaingan. KPPU menaruh perhatian serius pada bagaimana algoritma harga dapat memicu kartel digital yang merugikan konsumen tanpa perlu kesepakatan tatap muka antar-pelaku usaha. Kedua, tantangan di sektor kesehatan. Di tengah upaya pemerintah meningkatkan akses kesehatan nasional, diskusi mengenai struktur pasar farmasi dan layanan medis menjadi krusial untuk mencegah praktik monopoli yang membuat biaya kesehatan melambung tinggi. Ketiga, strategi penegakan hukum di pasar informal. Mengingat dominasi sektor informal dan UMKM dalam struktur ekonomi Indonesia, KPPU menggali strategi pengawasan yang tepat, bagaimana menegakkan hukum persaingan tanpa mematikan usaha kecil yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat.
Tak sekadar berdiskusi di forum multilateral, delegasi KPPU bergerak taktis melalui diplomasi bilateral. Dalam pertemuan khusus dengan Komisi Uni Eropa (European Commission), KPPU memperkuat fondasi kerja sama proyek “EU-Asia Cooperation on Competition and Subsidies Control”. Langkah ini konkret dan berorientasi pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Kedua pihak menyepakati sejumlah program prioritas, di antaranya penyelenggaraan Summer School bagi investigator dan peneliti KPPU, serta program Bantuan Teknis untuk mempertajam kemampuan analisis forensik ekonomi. Selain itu, rangkaian Ad-hoc Seminar akan digelar rutin untuk membedah modus-modus baru pelanggaran persaingan usaha.
Partisipasi aktif di Paris ini menegaskan posisi Indonesia yang tidak lagi sekadar menjadi penonton, melainkan pemain aktif dalam pembentukan norma persaingan global. Pengetahuan yang dibawa pulang dari Paris, mulai dari deteksi kartel berbasis algoritma hingga efisiensi pasar Kesehatan, akan menjadi amunisi baru bagi KPPU dalam menyusun regulasi yang lebih responsif. Tujuannya jelas, yakni menciptakan iklim persaingan usaha di Indonesia yang tidak hanya sehat dan adil, tetapi juga mampu beradaptasi dengan gempuran teknologi dan dinamika pasar global. Bagi pelaku usaha dan masyarakat Indonesia, langkah ini menjanjikan perlindungan yang lebih kuat dari praktik bisnis curang, sekaligus kepastian hukum yang lebih baik di masa depan.