Berita Terbaru
Melawan Ketimpangan Pasar: KPPU Dorong Koperasi Jadi Antitesis Dominasi Usaha
21 November 2025
Palembang (21/11) – Dalam lanskap ekonomi yang kerap didominasi oleh pemain besar, koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sering kali hanya menjadi penonton. Padahal, jika dikelola dengan benar, koperasi memiliki potensi menjadi penyeimbang struktur pasar yang efektif. Poin krusial inilah yang menjadi sorotan utama Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), M. Fanshurullah Asa, saat menyambangi Koperasi Kelurahan Merah Putih di Bukit Lama, Palembang, Jumat, 21 November 2025. Kunjungan ini bukan sekadar seremoni peninjauan. Di tengah kompleksitas rantai pasok nasional, kehadiran pucuk pimpinan otoritas persaingan usaha di tingkat akar rumput membawa pesan simbolis yang kuat: persaingan sehat tidak hanya urusan korporasi raksasa, tetapi dimulai dari pemerataan kesempatan berusaha di level mikro.
Dalam dialog terbuka bersama pengurus koperasi, Ifan (sapaan Ketua KPPU) menekankan bahwa posisi tawar (bargaining position) adalah kunci dalam mekanisme pasar. Pelaku usaha mikro yang bergerak sendiri-sendiri cenderung lemah dan mudah didikte oleh pasar atau distributor besar. “Koperasi adalah instrumen strategis untuk mengoreksi ketimpangan pasar. Ketika pelaku usaha mikro bersatu dalam wadah koperasi, mereka memiliki kekuatan kolektif. Ini menciptakan struktur pasar yang lebih seimbang, sehingga potensi praktik monopoli atau persaingan tidak sehat dari pemain dominan bisa diredam,” tegasnya.
Logika ekonominya sederhana namun fundamental: koperasi yang sehat mampu memangkas rantai distribusi yang panjang dan tidak efisien. Dengan efisiensi ini, pelaku usaha kecil dapat berkompetisi secara adil tanpa terhambat oleh barikade struktural yang sering kali diciptakan oleh oligopoli.
Meski potensinya besar, realitas di lapangan tidak selalu mulus. Dalam diskusi tersebut, pengurus Koperasi Merah Putih membedah tantangan riil yang mereka hadapi, mulai dari keterbatasan kapasitas manajerial, minimnya akses permodalan, hingga hambatan masuk ke rantai pasok utama.
Merespons hal ini, KPPU menegaskan komitmennya untuk tidak hanya bertindak sebagai “wasit” yang menghukum, tetapi juga sebagai mitra yang membina. Ifan menyoroti pentingnya transparansi tata kelola agar koperasi tidak justru menjadi tempat berlindung bagi praktik persaingan semu. “Kami mendorong penguatan tata kelola. Koperasi harus transparan dan profesional. Jangan sampai niat baik memajukan ekonomi kerakyatan justru tercederai oleh praktik bisnis yang melanggar regulasi,” imbuhnya.
Langkah KPPU ini juga ditegaskan sebagai bentuk dukungan konkret terhadap visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya dalam aspek pemerataan ekonomi. Koperasi Merah Putih dinilai sebagai prototipe nyata bagaimana ekonomi kerakyatan harus dibangun: dari bawah, berdaya saing, dan inklusif.
Menutup kunjungannya, Ketua KPPU mengingatkan kembali mandat lembaga yang dipimpinnya. Dari empat tugas utama KPPU; penegakan hukum, pemberian saran kebijakan, penilaian merger, dan pengawasan kemitraan, aspek pengawasan kemitraan menjadi yang paling relevan dalam konteks ini.
“Tugas kami memastikan yang besar tidak memangsa yang kecil, tetapi bermitra secara sejajar. Inilah esensi persaingan usaha yang sehat demi kesejahteraan rakyat,” pungkasnya.
Dalam dialog terbuka bersama pengurus koperasi, Ifan (sapaan Ketua KPPU) menekankan bahwa posisi tawar (bargaining position) adalah kunci dalam mekanisme pasar. Pelaku usaha mikro yang bergerak sendiri-sendiri cenderung lemah dan mudah didikte oleh pasar atau distributor besar. “Koperasi adalah instrumen strategis untuk mengoreksi ketimpangan pasar. Ketika pelaku usaha mikro bersatu dalam wadah koperasi, mereka memiliki kekuatan kolektif. Ini menciptakan struktur pasar yang lebih seimbang, sehingga potensi praktik monopoli atau persaingan tidak sehat dari pemain dominan bisa diredam,” tegasnya.
Logika ekonominya sederhana namun fundamental: koperasi yang sehat mampu memangkas rantai distribusi yang panjang dan tidak efisien. Dengan efisiensi ini, pelaku usaha kecil dapat berkompetisi secara adil tanpa terhambat oleh barikade struktural yang sering kali diciptakan oleh oligopoli.
Meski potensinya besar, realitas di lapangan tidak selalu mulus. Dalam diskusi tersebut, pengurus Koperasi Merah Putih membedah tantangan riil yang mereka hadapi, mulai dari keterbatasan kapasitas manajerial, minimnya akses permodalan, hingga hambatan masuk ke rantai pasok utama.
Merespons hal ini, KPPU menegaskan komitmennya untuk tidak hanya bertindak sebagai “wasit” yang menghukum, tetapi juga sebagai mitra yang membina. Ifan menyoroti pentingnya transparansi tata kelola agar koperasi tidak justru menjadi tempat berlindung bagi praktik persaingan semu. “Kami mendorong penguatan tata kelola. Koperasi harus transparan dan profesional. Jangan sampai niat baik memajukan ekonomi kerakyatan justru tercederai oleh praktik bisnis yang melanggar regulasi,” imbuhnya.
Langkah KPPU ini juga ditegaskan sebagai bentuk dukungan konkret terhadap visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya dalam aspek pemerataan ekonomi. Koperasi Merah Putih dinilai sebagai prototipe nyata bagaimana ekonomi kerakyatan harus dibangun: dari bawah, berdaya saing, dan inklusif.
Menutup kunjungannya, Ketua KPPU mengingatkan kembali mandat lembaga yang dipimpinnya. Dari empat tugas utama KPPU; penegakan hukum, pemberian saran kebijakan, penilaian merger, dan pengawasan kemitraan, aspek pengawasan kemitraan menjadi yang paling relevan dalam konteks ini.
“Tugas kami memastikan yang besar tidak memangsa yang kecil, tetapi bermitra secara sejajar. Inilah esensi persaingan usaha yang sehat demi kesejahteraan rakyat,” pungkasnya.