Berita Terbaru
KPPU Soroti Tantangan Kemitraan dan Regulasi dalam Industri Sawit
16 Juni 2025
Jakarta (16/06) – Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Eugenia Mardanugraha hadir sebagai narasumber dalam diskusi publik bertajuk “Menakar Kebijakan Industri Sawit Menuju Indonesia Emas 2045” yang diselenggarakan oleh Tempo Media Group, pada Senin, 16 Juni 2025 di Studio TV Tempo Jakarta.
Diskusi ini menjadi panggung strategis untuk menyoroti tantangan dan prospek sektor kelapa sawit Indonesia dalam menyambut target besar Indonesia Emas 2045. Hadir sebagai narasumber dalam forum ini antara lain Kepala Pusat Studi Sawit Institut Pertanian Bogor Budi Mulyanto, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI Harli Siregar dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia Sadino.
Dalam diskusi yang disiarkan langsung kepada publik ini, para narasumber membahas dinamika terkini industri kelapa sawit Indonesia, yang merupakan salah satu sektor strategis dalam perekonomian nasional. Eugenia secara khusus memberikan perhatian pada problem tumpang tindih regulasi, lambatnya proses hilirisasi, serta ketergantungan Indonesia pada harga global komoditas sawit ( price taker ), yang menurutnya menjadi hambatan serius bagi kemajuan industri.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa ketidakpastian hukum dalam sektor sawit dapat mengganggu keberlanjutan industri secara keseluruhan. Eugenia juga menyoroti ketimpangan dalam praktik kemitraan antara perusahaan inti dan petani plasma. Menurutnya, KPPU aktif melakukan pengawasan terhadap pola-pola kemitraan tersebut dan mendorong petani untuk melaporkan apabila terjadi ketidakadilan dalam kerja sama yang dijalankan.
Menurut Eugenia, ketidakpastian hukum yang terjadi pada sektor sawit mengganggu keberlanjutan industri ini secara keseluruhan. Ia menambahkan, “Kalau kita terus jadi price taker , maka sebesar apa pun produksi kita, nilainya akan tetap dikendalikan pihak lain. Ini saatnya Indonesia naik kelas, bukan cuma sebagai produsen, tapi juga sebagai pemain utama dalam rantai nilai global sawit.”
Sebagai penutup, Eugenia menekankan pentingnya produktivitas dan persaingan usaha yang sehat untuk mempertahankan posisi Indonesia sebagai pemimpin industri sawit dunia. “Indonesia harus tetap menjadi produsen sawit nomor satu di dunia. Kuncinya adalah produktivitas yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Untuk mencapai produksi dan produktivitas sawit yang terus meningkat, itu harus tercipta persaingan usaha di lahan sawit maupun di industri sawit,” tegasnya.
Diskusi ini mencerminkan komitmen berbagai pemangku kepentingan untuk merumuskan arah kebijakan industri sawit yang lebih konsisten, inklusif, dan berkeadilan, sebagai bagian dari strategi nasional menuju visi Indonesia Emas 2045.
Diskusi ini menjadi panggung strategis untuk menyoroti tantangan dan prospek sektor kelapa sawit Indonesia dalam menyambut target besar Indonesia Emas 2045. Hadir sebagai narasumber dalam forum ini antara lain Kepala Pusat Studi Sawit Institut Pertanian Bogor Budi Mulyanto, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI Harli Siregar dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia Sadino.
Dalam diskusi yang disiarkan langsung kepada publik ini, para narasumber membahas dinamika terkini industri kelapa sawit Indonesia, yang merupakan salah satu sektor strategis dalam perekonomian nasional. Eugenia secara khusus memberikan perhatian pada problem tumpang tindih regulasi, lambatnya proses hilirisasi, serta ketergantungan Indonesia pada harga global komoditas sawit ( price taker ), yang menurutnya menjadi hambatan serius bagi kemajuan industri.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa ketidakpastian hukum dalam sektor sawit dapat mengganggu keberlanjutan industri secara keseluruhan. Eugenia juga menyoroti ketimpangan dalam praktik kemitraan antara perusahaan inti dan petani plasma. Menurutnya, KPPU aktif melakukan pengawasan terhadap pola-pola kemitraan tersebut dan mendorong petani untuk melaporkan apabila terjadi ketidakadilan dalam kerja sama yang dijalankan.
Menurut Eugenia, ketidakpastian hukum yang terjadi pada sektor sawit mengganggu keberlanjutan industri ini secara keseluruhan. Ia menambahkan, “Kalau kita terus jadi price taker , maka sebesar apa pun produksi kita, nilainya akan tetap dikendalikan pihak lain. Ini saatnya Indonesia naik kelas, bukan cuma sebagai produsen, tapi juga sebagai pemain utama dalam rantai nilai global sawit.”
Sebagai penutup, Eugenia menekankan pentingnya produktivitas dan persaingan usaha yang sehat untuk mempertahankan posisi Indonesia sebagai pemimpin industri sawit dunia. “Indonesia harus tetap menjadi produsen sawit nomor satu di dunia. Kuncinya adalah produktivitas yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Untuk mencapai produksi dan produktivitas sawit yang terus meningkat, itu harus tercipta persaingan usaha di lahan sawit maupun di industri sawit,” tegasnya.
Diskusi ini mencerminkan komitmen berbagai pemangku kepentingan untuk merumuskan arah kebijakan industri sawit yang lebih konsisten, inklusif, dan berkeadilan, sebagai bagian dari strategi nasional menuju visi Indonesia Emas 2045.