Berita Terbaru
KPPU Hadiri Peluncuran Buku “Perjanjian Eksklusif dan Hukum Persaingan Usaha di Era Ekonomi Digital”
15 Mei 2025
Jakarta (15/05) – Isu perjanjian eksklusif dalam konteks ekonomi digital menjadi sorotan dalam peluncuran buku berjudul “Perjanjian Eksklusif dan Hukum Persaingan Usaha di Era Ekonomi Digital”, yang digelar pada Kamis, 15 Mei 2025, di Kantor Hukumonline, Jakarta. Dalam kesempatan ini, Anggota KPPU Mohammad Reza, hadir memberikan pandangan kelembagaan terkait penegakan hukum atas pelanggaran perjanjian eksklusif.
Perjanjian eksklusif—atau yang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 disebut sebagai perjanjian tertutup—diatur dalam Pasal 15, yang selama ini dipandang menggunakan pendekatan per se illegal. Namun demikian, menurut Reza, pendekatan tersebut tidak selalu dapat diterapkan secara hitam-putih.
“Dalam praktiknya, penanganan perkara perjanjian tertutup membutuhkan penilaian yang mendalam dan menyeluruh. Tidak semua perjanjian tertutup bersifat merugikan. Beberapa bahkan dapat berdampak positif bagi efisiensi dan keberlangsungan usaha,” ujar Reza.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pelaku usaha tidak serta-merta dapat dijatuhi sanksi hanya karena membuat perjanjian eksklusif. Oleh karena itu, pendekatan berbasis konteks dan analisis kasus per kasus menjadi kunci dalam proses pembuktian.
Buku ini ditulis oleh dua penulis dengan latar belakang berbeda, yakni Perdana A. Saputro, seorang praktisi dari sektor start-up, dan Togar Tanjung, seorang akademisi. Perpaduan perspektif tersebut menghasilkan sajian yang komprehensif, menarik, dan mudah dipahami oleh beragam kalangan—baik praktisi, akademisi, hingga mahasiswa.
Disusun sejak masa pandemi, buku ini mengulas secara mendalam dinamika hukum persaingan usaha dalam konteks perjanjian eksklusif, khususnya di tengah disrupsi ekonomi digital yang terus berkembang.
“Selamat atas peluncuran buku ini. Semoga dapat memperkaya khazanah keilmuan persaingan usaha dan menjadi rujukan penting bagi para pemangku kepentingan,” tutup Reza.
Perjanjian eksklusif—atau yang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 disebut sebagai perjanjian tertutup—diatur dalam Pasal 15, yang selama ini dipandang menggunakan pendekatan per se illegal. Namun demikian, menurut Reza, pendekatan tersebut tidak selalu dapat diterapkan secara hitam-putih.
“Dalam praktiknya, penanganan perkara perjanjian tertutup membutuhkan penilaian yang mendalam dan menyeluruh. Tidak semua perjanjian tertutup bersifat merugikan. Beberapa bahkan dapat berdampak positif bagi efisiensi dan keberlangsungan usaha,” ujar Reza.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pelaku usaha tidak serta-merta dapat dijatuhi sanksi hanya karena membuat perjanjian eksklusif. Oleh karena itu, pendekatan berbasis konteks dan analisis kasus per kasus menjadi kunci dalam proses pembuktian.
Buku ini ditulis oleh dua penulis dengan latar belakang berbeda, yakni Perdana A. Saputro, seorang praktisi dari sektor start-up, dan Togar Tanjung, seorang akademisi. Perpaduan perspektif tersebut menghasilkan sajian yang komprehensif, menarik, dan mudah dipahami oleh beragam kalangan—baik praktisi, akademisi, hingga mahasiswa.
Disusun sejak masa pandemi, buku ini mengulas secara mendalam dinamika hukum persaingan usaha dalam konteks perjanjian eksklusif, khususnya di tengah disrupsi ekonomi digital yang terus berkembang.
“Selamat atas peluncuran buku ini. Semoga dapat memperkaya khazanah keilmuan persaingan usaha dan menjadi rujukan penting bagi para pemangku kepentingan,” tutup Reza.