Berita Terbaru
KPPU Dorong Kepatuhan Merger & Akuisisi: Penyesuaian Aturan Notifikasi dan Manfaat Program Kepatuhan
09 Oktober 2025
Jakarta (9/10) – Wakil Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Aru Armando menegaskan kembali pentingnya kepatuhan pelaku usaha dalam pengawasan merger dan akuisisi. Pesan itu disampaikan dalam podcast Cari Tau yang dipandu Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) pada Kamis, 9 Oktober 2025, di Studio Podcast Gedung KPPU, Jakarta. Pesannya jelas, kepatuhan bukan beban administratif, melainkan prasyarat pertumbuhan pasar yang sehat.
Aru menggarisbawahi mandat KPPU sebagaimana diatur Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yakni mendorong efisiensi ekonomi nasional, menciptakan iklim usaha yang kondusif, mencegah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, serta menegakkan efektivitas dan efisiensi berusaha. Dari mandat itu, KPPU menjalankan empat tugas utama berdasarkan UU No. 5/1999 dan UU No. 20/2008: penegakan hukum, advokasi persaingan usaha, pengawasan merger dan akuisisi (merger control), serta pengawasan kemitraan antara pelaku usaha besar dan UMKM. Rangkaian fungsi ini dirancang untuk menjaga pasar tetap terbuka, adil, dan kompetitif.
Salah satu pembaruan penting hadir melalui Peraturan KPPU Nomor 3 Tahun 2023 yang menata ulang kewajiban notifikasi merger dan akuisisi. Kini, kewajiban notifikasi berlaku apabila kedua pihak yang bertransaksi sama-sama memiliki aset atau omzet di Indonesia. Sebelumnya, notifikasi tetap wajib meski hanya salah satu pihak yang memiliki aset atau omzet di dalam negeri. Menurut Aru, penyesuaian ini menurunkan jumlah notifikasi hingga sekitar 50 persen, sekaligus memfokuskan pengawasan pada transaksi yang berpotensi berdampak nyata di pasar domestik. Ia menambahkan, lonjakan notifikasi pada tahun-tahun sebelum perubahan turut berkontribusi pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dengan tarif biaya notifikasi maksimal Rp150 juta bagi pelaku usaha yang wajib melapor.
Di luar sisi kepatuhan formal, KPPU juga mendorong langkah preventif melalui Program Kepatuhan Persaingan Usaha. Program ini menawarkan konsultasi, pendampingan, hingga potensi keringanan sanksi bagi pelaku usaha yang berperkara dan menunjukkan itikad baik. “Keuntungan paling besar adalah pelaku usaha dapat memahami prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. No competition, no growth,” tegas Aru. Program semacam ini lazim di banyak yurisdiksi sebagai compliance toolkit untuk meminimalkan risiko hukum sekaligus meningkatkan kualitas tata kelola.
Aru menutup dengan apresiasi kepada pelaku usaha yang telah mendukung penegakan persaingan sehat di Indonesia. Ia mengajak dunia usaha memperkuat kolaborasi dengan KPPU, khususnya melalui Program Kepatuhan, agar iklim usaha makin adil dan berdaya saing. Di tengah dinamika konsolidasi bisnis, sinyalnya gambling; transaksi boleh besar, tetapi disiplin pasar harus lebih besar. Kepatuhan bukan sekadar memenuhi aturan, melainkan investasi untuk pertumbuhan yang berkelanjutan.
Aru menggarisbawahi mandat KPPU sebagaimana diatur Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yakni mendorong efisiensi ekonomi nasional, menciptakan iklim usaha yang kondusif, mencegah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, serta menegakkan efektivitas dan efisiensi berusaha. Dari mandat itu, KPPU menjalankan empat tugas utama berdasarkan UU No. 5/1999 dan UU No. 20/2008: penegakan hukum, advokasi persaingan usaha, pengawasan merger dan akuisisi (merger control), serta pengawasan kemitraan antara pelaku usaha besar dan UMKM. Rangkaian fungsi ini dirancang untuk menjaga pasar tetap terbuka, adil, dan kompetitif.
Salah satu pembaruan penting hadir melalui Peraturan KPPU Nomor 3 Tahun 2023 yang menata ulang kewajiban notifikasi merger dan akuisisi. Kini, kewajiban notifikasi berlaku apabila kedua pihak yang bertransaksi sama-sama memiliki aset atau omzet di Indonesia. Sebelumnya, notifikasi tetap wajib meski hanya salah satu pihak yang memiliki aset atau omzet di dalam negeri. Menurut Aru, penyesuaian ini menurunkan jumlah notifikasi hingga sekitar 50 persen, sekaligus memfokuskan pengawasan pada transaksi yang berpotensi berdampak nyata di pasar domestik. Ia menambahkan, lonjakan notifikasi pada tahun-tahun sebelum perubahan turut berkontribusi pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dengan tarif biaya notifikasi maksimal Rp150 juta bagi pelaku usaha yang wajib melapor.
Di luar sisi kepatuhan formal, KPPU juga mendorong langkah preventif melalui Program Kepatuhan Persaingan Usaha. Program ini menawarkan konsultasi, pendampingan, hingga potensi keringanan sanksi bagi pelaku usaha yang berperkara dan menunjukkan itikad baik. “Keuntungan paling besar adalah pelaku usaha dapat memahami prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. No competition, no growth,” tegas Aru. Program semacam ini lazim di banyak yurisdiksi sebagai compliance toolkit untuk meminimalkan risiko hukum sekaligus meningkatkan kualitas tata kelola.
Aru menutup dengan apresiasi kepada pelaku usaha yang telah mendukung penegakan persaingan sehat di Indonesia. Ia mengajak dunia usaha memperkuat kolaborasi dengan KPPU, khususnya melalui Program Kepatuhan, agar iklim usaha makin adil dan berdaya saing. Di tengah dinamika konsolidasi bisnis, sinyalnya gambling; transaksi boleh besar, tetapi disiplin pasar harus lebih besar. Kepatuhan bukan sekadar memenuhi aturan, melainkan investasi untuk pertumbuhan yang berkelanjutan.