Berita Terbaru
Kemitraan Sehat, Kunci Pemerataan Ekonomi Peternakan di Bali
01 November 2025
Gianyar, Bali (1/11) – Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Fanshurullah Asa menegaskan pentingnya memastikan praktik kemitraan yang sehat antara pelaku usaha besar dan peternak kecil di sektor peternakan Bali. Dalam kunjungan kerjanya ke salah satu peternakan babi di Kabupaten Gianyar pada Sabtu, 1 November 2025, ia menekankan bahwa setiap bentuk kemitraan harus berlandaskan prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Fanshurullah, akrab disapa Ifan, menggarisbawahi bahwa subsektor peternakan babi memiliki peran ekonomi yang tidak kalah penting dibandingkan dengan peternakan unggas atau sapi perah. “Kemitraan yang sehat bukan sekadar kerja sama bisnis, tetapi mekanisme untuk menciptakan pemerataan ekonomi dan perlindungan bagi peternak kecil,” ujarnya.
KPPU, lanjut Ifan, secara aktif melakukan pengawasan terhadap pola kemitraan yang melibatkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan perusahaan besar. Pengawasan dilakukan bersama kementerian dan dinas terkait di daerah untuk memastikan tidak terjadi ketimpangan kekuasaan dalam hubungan usaha.
Menurutnya, terdapat sejumlah potensi praktik tidak sehat dalam kemitraan peternakan yang perlu diantisipasi. Antara lain, penentuan harga dan pasokan input seperti bibit dan pakan yang sepenuhnya dikendalikan pihak inti, kurangnya transparansi kualitas input, penetapan harga seragam tanpa memperhatikan mutu, hingga perubahan perjanjian secara sepihak. Selain itu, keterlambatan panen dan pembagian hasil yang tidak proporsional sering kali menambah beban peternak plasma.
“Praktik seperti ini berpotensi menimbulkan ketergantungan yang tidak sehat. KPPU hadir untuk memastikan hubungan kemitraan berjalan adil dan setara,” tegasnya.
Bagi masyarakat Bali, sektor peternakan babi menyimpan potensi besar untuk tumbuh menjadi penggerak ekonomi lokal. Saat ini, baru satu perusahaan ternak babi yang aktif di pasar dengan produksi sekitar 2.000 ekor per bulan, melibatkan sekitar 230 peternak plasma. Kondisi ini, menurut Ifan, membuka peluang masuknya pelaku usaha baru sekaligus memperluas kesempatan kerja dan pendapatan di tingkat pedesaan.
Ia berharap kemitraan di sektor ini dapat menimbulkan efek berganda (multiplier effect) terhadap ekonomi lokal, terutama di kalangan peternak kecil. “Ketika kemitraan dijalankan secara adil, manfaat ekonomi tidak hanya dirasakan oleh pelaku usaha besar, tetapi juga oleh masyarakat desa sebagai fondasi ekonomi nasional,” kata Ifan menutup kunjungan tersebut.
Dengan pengawasan berkelanjutan dan komitmen terhadap prinsip persaingan sehat, KPPU mendorong agar sektor peternakan Bali tumbuh lebih inklusif, membangun kemandirian peternak, sekaligus memperkuat daya saing daerah di pasar nasional.
Fanshurullah, akrab disapa Ifan, menggarisbawahi bahwa subsektor peternakan babi memiliki peran ekonomi yang tidak kalah penting dibandingkan dengan peternakan unggas atau sapi perah. “Kemitraan yang sehat bukan sekadar kerja sama bisnis, tetapi mekanisme untuk menciptakan pemerataan ekonomi dan perlindungan bagi peternak kecil,” ujarnya.
KPPU, lanjut Ifan, secara aktif melakukan pengawasan terhadap pola kemitraan yang melibatkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan perusahaan besar. Pengawasan dilakukan bersama kementerian dan dinas terkait di daerah untuk memastikan tidak terjadi ketimpangan kekuasaan dalam hubungan usaha.
Menurutnya, terdapat sejumlah potensi praktik tidak sehat dalam kemitraan peternakan yang perlu diantisipasi. Antara lain, penentuan harga dan pasokan input seperti bibit dan pakan yang sepenuhnya dikendalikan pihak inti, kurangnya transparansi kualitas input, penetapan harga seragam tanpa memperhatikan mutu, hingga perubahan perjanjian secara sepihak. Selain itu, keterlambatan panen dan pembagian hasil yang tidak proporsional sering kali menambah beban peternak plasma.
“Praktik seperti ini berpotensi menimbulkan ketergantungan yang tidak sehat. KPPU hadir untuk memastikan hubungan kemitraan berjalan adil dan setara,” tegasnya.
Bagi masyarakat Bali, sektor peternakan babi menyimpan potensi besar untuk tumbuh menjadi penggerak ekonomi lokal. Saat ini, baru satu perusahaan ternak babi yang aktif di pasar dengan produksi sekitar 2.000 ekor per bulan, melibatkan sekitar 230 peternak plasma. Kondisi ini, menurut Ifan, membuka peluang masuknya pelaku usaha baru sekaligus memperluas kesempatan kerja dan pendapatan di tingkat pedesaan.
Ia berharap kemitraan di sektor ini dapat menimbulkan efek berganda (multiplier effect) terhadap ekonomi lokal, terutama di kalangan peternak kecil. “Ketika kemitraan dijalankan secara adil, manfaat ekonomi tidak hanya dirasakan oleh pelaku usaha besar, tetapi juga oleh masyarakat desa sebagai fondasi ekonomi nasional,” kata Ifan menutup kunjungan tersebut.
Dengan pengawasan berkelanjutan dan komitmen terhadap prinsip persaingan sehat, KPPU mendorong agar sektor peternakan Bali tumbuh lebih inklusif, membangun kemandirian peternak, sekaligus memperkuat daya saing daerah di pasar nasional.